body{display:block; -khtml-user-select:none; -webkit-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; -o-user-select:none; user-select:none; unselectable:on;}

Cerita Horor Komedi X Pangeran Enver & Papa Genderuwo Bagian 1

Wednesday, 12 September 2018

Cerita Horor Komedi X Pangeran Enver & Papa Genderuwo Bagian 1


TA'ARUF SAMBIL LOMBA LARI

Oleh : Romadona Nur Wahyudi


Hola para manusia ! Perkenalkan geng, gue Enver. Kenapa Enver? Seperti nama orang Turki kan? nyokap bokap gue emang dulu pernah pindah ke Turki, tapi mereka Jawa tulen. Dan cuma gue yang lahir di Turki. Gue bungsu dari tiga bersaudara , anak nomor lima. Kok lima? Iya, kakak gue yang dua udah di drop out dari daftar keluarga. Mereka sengaja menutupi nama mereka di KKH dengan lakban hitam.
Apa itu KKH? Kartu Keluarga Hantu. Benar sekali, gue hantu ! Dari suku genderuwo. Sekarang gue tinggal di kompleks pemakaman elit di Solo.
Tubuh gue kekar, besar, item, dan berbulu. Eits . . . Tapi gue sosoknya rapi ya ! bulu jenggot gue udah gue cukur tipis ala-ala aktor Turki. Cuman bulu ketek gue yang gak berani gue cukur. Gue biarkan dua-duanya melingkar menyilang di belakang punggung gue sampai bertemu lagi di perut, kemudian gue ikat layaknya pita kado ulang tahun menutupi pusar gue. Di ujung bulu ketek, gue semir warna pink biar macho.
Dan asal kalian tau, Enver dalam bahasa Turki artinya tampan. Gue adalah pangeran Genderuwo paling tampan se-RT 05. Walaupun agak merongos dikit. Yah ! Gue udah minta proposal pengajuan behel ke Papa Genderuwo tapi selalu ditolak. Sial.
Katanya begini, “Gigimu yang agak maju itu anugerah dari Tuhan ! Kalau kamu behel gigimu itu, berarti kamu merubah pemberian Tuhan ! Dan kamu tau kan kalo kamu lomba lari selalu menang berkat gigi mu itu?”
Tapi gue pikir perkataan Papa Genderuwo selalu benar. Bulan lalu gue menjuarai kontes lomba lari di kebon deket rumah gue. Ceritanya begini, saat itu masih musim kemarau, udara malam gila panas bener. Gue ditawari Papa Genderuwo ikutan lomba lari, padahal gue pada saat itu lagi puasa. Gila.
Ada beberapa hantu dari berbagai suku ikut, Alex si Pocong, Narmi si suster ngesot, Rani si hantu muka rata, dan Djani si hantu kaki satu. Baru denger ya tentang Djani ? Ia hantu berwujud 1 kaki dari lutut sampai telapak kaki. Kakinya hilang satu gara-gara layang-layang. Untung tangannya masih dua. Mantannya juga masih dua, belum nambah. Tapi dia semangat sekali ikut lomba lari ini.
“Dalam hitungan ke lima, boleh lari,” intruksi Mbah Jenggot sebagai wasit.
“Saaatuuu….. Duaaaa……. Tiiiigaaa…..” tiba-tiba Mbah Jenggot berhenti agak lama, kami semua bingung.
“Lima.”
Gue reflek langsung membuka mulut tersenyum menunjukkan gigi gue yang maju. Semua terpesona. Dan dalam kesempitan itu, gue langsung menggenjot kaki lari sekenceng-kencengnya meninggalkan yang lain. Alex pun sadar kemudian meloncat-loncat hampir menyusul gue. Rani salah lintasan, kayaknya dia menubruk Jin Tomang yang lagi makan es krim (Jin Tomang lagi libur puasa). Maklum, Rani si Hantu muka rata kan gak punya mata. Narmi berusaha sekuat tenaga menyusul gue sampai baju dinasnya basah kuyup seperti habis kehujanan. Padahal masih musim kemarau. Djani berlari dengan satu kakinya.
Perlombaan semakin seru. Alex mulai mengganas, ia mengeluarkan jurus lompatan harimau. Alhasil setengah perjalanan, kami sejajar. Gue mencoba menambah kecepatan, tapi sial, pita bulu ketek gue hampir lepas. Gue mencoba membetulkan sambil lari, tapi hasilnya malah jadi ruwet kayak pita tape recorder rusak. Jadi gak macho lagi deh ! Akhirnya gue memutuskan berhenti sejenak, Alex menjadi posisi terdepan. Gue lirik sebentar kebelakang, ternyata Djani tepat di belakang gue ! Narmi belum kelihatan batang hidungnya, kecuali Rani si hantu muka rata yang dari dulu hidungnya memang tidak kelihatan. Tak mau pikir panjang gue langsung melanjutkan perjuangan. Kaki gue bergerak cepat, bokong gue bergoyang-goyang, begitu juga dengan perut gue yang naik turun melepaskan ikatan bulu ketek gue. Tak terbendung ! Bulu ketek gue lepas dan akhirnya ngelewer berterbangan kebelakang. Kebetulan ujungnya menyentuh hidung Djani yang sedari tadi di belakang gue.
“Wanginya, wangi melati. Gue mau pingsan geng, dadah !” seru Djani tiba-tiba seperti tertidur pulas. Bodo amat !
Setengah jam berlari, akhirnya gue sampai di garis finish. Tiba-tiba sorak gemurai dan riuh tepuk tangan terdengar setelah gue berhenti sambil ngos-ngosan.
“Loh, kok pada tepuk tangan ke gue? Alex mana?” tanya gue bingung.
“Dia sedang nangis noh di bawah pohon pisang,” jawab  Jin Tomang sambil menjilati es krim keduanya. Gue kemudian nyamperin Alex.
“Alex, lo gapapa?”
“Hati gue sakit ver, huaaaa..  btw selamat ya. Gue di diskualifikasi karena lompat, padahal ini kan bukan lomba lompat jauh, huaaaaaaaaa…” tangisnya semakin menjadi-jadi.
“Wakakaka, jadi gue yang menang? Yuhuuuu…” gue gak peduli dengan tangisan Alex.
Masak hantu cowok nangis ! Yang penting gue juara. Tapi kasihan juga, udah tau Alex cuman bisa lompat tapi kenapa didiskualifikasi saat udah finish. Dia kan jadi membatalkan puasanya gara-gara capek.
Gue pun berjalan ke arah penonton dekat panggung. Dan gue lihat Hastama si Tuyul nampak sinis dengan kemenangan gue. Maklum dia adalah juara bertahan 5 kali berturut-turut. Larinya kan kenceng banget. Tapi tahun ini dia ga bisa ikut karena belum cukup umur. Senangnya dalam hati ! haha. Gue juga cuek aja sambil membetulkan bulu ketek gue yang dari tadi lupa gue ikat. Gue udah merasa para Tante Kunthi sudah klepek-klepek mencium aroma wangi melati ketek nan terpesona.
Sepuluh jam kemudian, juara lomba baru diumumkan karena menunggu semua peserta lomba sampai di garis finish, mereka Rani, Narmi, dan Djani. Gue jadi juara, juara dua si Narmi, tau gak? saat penyerahan piala gue bersampingan dengan dia, baunya asem, dia belum ganti baju sepertinya. Dan anehnya tidak ada juara ketiga. Rani akhirnya mengundurkan diri, karena ia tidak mau korban yang ditubruknya bertambah banyak, sedang si Djani lupa ingatan.
                Papa Genderuwo emang selalu benar. Gue menang lomba lari gara-gara gigi merongos gue yang mempesona. Yah, walaupun agak meragukan juga kenapa gigi gue yang jadi penyebab gue jadi juara. Adzan subuh sudah berkumandang. Semua sekalian berbuka puasa bareng di tempat lomba, kecuali Jin Tomang dan Alex yang tidak dikasih jatah takjil. Kasihan. Bodo amat !
*****

Ditunggu ya bagian 2 nya...

0 Comments :

Post a Comment